tulisan 19 Aug 2009
karena kebangun tengah malam, saya jadi ngacak tivi.
akhirnya mangkal karena melihat marlee matlin dan
jeff daniels. kelihatannya saya sudah ketinggalan
sepertiga bagian awalnya, end up film ini cukup
menarik untuk disimak. namun karena ini film hallmark,
agak tidak terlalu populer, bukan film layar lebar.
film ini mengangkat topik tunarungu seperti yang terjadi
pada artis matlin. dikisahkan matlin dan daniels adalah
pasangan tunarungu-normal dan mempunyai anak laki-laki
umur 8 tahun, yang terlahir mampu mendengar hingga umur
4 tahun.
konflik besar terjadi dalam rumah tangga itu menyebabkan
pasangan tersebut memilih berpisah. film itu berkisah
di pengadilan, untuk memutuskan custody terhadap anak
tersebut, sekaligus flashback yang memberikan banyak
pemahaman dan alur film itu.
konflik rumah tangga digambarkan terjadi ketika daniels
ingin melakukan cochlear implant, menanamkan seperangkat
alat dengar kecil ke dalam kepala anaknya agar anaknya
mempunyai pendengaran lagi. matlin bimbang dan tidak
mendukung keinginan suaminya. matlin sebagai guru
matematika untuk sekolah anak tunarungu berpendapat
tunarungu bukanlah cacat. sebagai guru, dia selalu
menanamkan kepada anak-anak, bahwa mereka tidak mengidap
cacat dan selalu encourage mereka untuk bersosialisasi
dan hidup seperti orang lain.
pendapat matlin didukung penuh oleh ayahnya yang juga
tunarungu dan memandang bahwa tunarungu yang dialami
cucunya adalah merupakan 'garisan hidup' yang harus
dipertahankan dan tidak perlu 'diperbaiki'. namun
demikian, bunda matlin yang juga tunarungu memberikan
pandangan yang lebih netral terhadap implant tersebut.
ada flashback yang menarik, yaitu saat dinner thanksgiving.
tiba-tiba si anak mengeluarkan suara dan memanggil
ayahnya serta mengucapkan terima kasih. kebisaan anak
itu berbicara sangat menggembirakan ayahnya yang segera
menceritakan pada orang tuanya yang kebetulan menelpon.
di lain pihak, matlin dan ayah ibunya yang juga tunarungu
berargumen keras terhadap suara anak/cucunya yang barusan
terjadi di meja makan. topik beralih kembali pada apakah
implant harus dilakukan. akhirnya terungkap fakta bahwa
ternyata matlin terlahir sama seperti anaknya, bisa mendengar
sebelum akhirnya pendengaran itu menghilang perlahan.
matlin sempat bertanya kepada ayahnya, 'mengapa saya tidak
diberikan alat pendengar?'
ada beberapa script yang menarik dalam film ini.
selain falsafah matlin bahwa tunarungu bukan merupakan
kecacatan dan bisa hidup normal, ayah matlin juga
mendukung dengan mengatakan,'the majority always thinks
each minority wants to be like them.'
bahwa mereka dapat
hidup normal, berkomunikasi dan mempunyai komunitas
sendiri yang bisa dipertahankan layaknya tradisi.
termasuk seakan tradisi bahwa orangtua tunarungu akan
mempunyai anak tunarungu. walaupun kemudian tunarungu
menikah dengan pria normal dan mempunyai cucu yang
tunarungu
pula, maka itu adalah hal yang perlu dipertahankan.
script menarik lain adalah saat daniels bercerita kepada
dokter yang ternyata perlu memasang alat pendengar sebelum
memberikan konsultasi,
'saat saya menikah, saya dan istri sangat menginginkan
anak. ketika dia hamil, saya memeluknya. kami sangat
bahagia. namun apakah saya salah jika pada saat
memeluknya, dalam hati saya berharap agar anak saya bisa
lahir dan bisa mendengar?'
di akhir film, daniels mendatangi matlin. daniels duduk
di tangga dan matlin menyandar pada pegangan tangga.
masing-masing mengatakan mereka kehilangan sahabat karib
untuk berbicara dan berdiskusi. tentang niatnya untuk
implant, daniels mengungkapkan, 'ayah saya mengajarkan
bahwa dalam hidup, kita mempunyai pilihan. saya ingin
memilih yang terbaik untuk yang paling saya sayangi.
yang paling saya sayang adalah kamu.'
-------------------------------------
walaupun didukung oleh script bagus dan karakter yang
baik dalam film ini, namun endingnya kurang greget.
despite all, hidup menjadi jauh lebih challenging jika
berbagi dengan pasangan yang jauh berbeda, apalagi
jika terjadi hal-hal prinsip. bertahan atau tidak akan
tergantung kreativitas kedua belah pihak untuk
menuntaskan perbedaan itu. selama toleransi masih bicara,
tidak akan terungkap fenomena iceberg.
waktu berarguman,
daniels mengungkapkan ketidak-nyamanan ketika dia
harus jadi penterjemah bagi matlin di depan teman-teman
lainnya. matlin berbalik mengatakan daniels berubah dan
tidak lagi bisa menerima matlin apa adanya.
adanya faktor pilihan, saat daniels yakin anaknya lahir
dengan pendengaran dan karena dia berkeyakinan hidup
mempunyai pilihan, dia ingin memaksimalkan pendengaran
buat anaknya. walaupun matlin menolak implant, tetapi
ketika matlin tahu saat dia lahir bisa mendengar, tak
urung dia juga mempertanyakan, kok dia tidak diberikan
alat pendengaran sebelum pendengarannya hilang.
[Sweet Nothing In My Ear]
topik yang menarik dan relevan.
- perbedaan yang tidak diatasi, tidak dituntaskan
- adanya pilihan, manakah yang dipilih?
Tuesday, June 30, 2015
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment